Sunday, April 21, 2013

PROBLEMATIKA DALAM FILSAFAT ILMU A .Problem Rasionalisasi Ilmu Pengetahuan Secara umum Filsafat Abad Pertengahan memiliki pemahaman yang menarik tentang logika.Berdasarkan penelitian Ashworth pada masa itu, logika dianggap memiliki tujuan yang jelas. Logika berfungsi untuk membentuk dan menyatakan kebenaran, sehingga orang bisa bergerak maju dalam membentuk pengetahuan baru. Ashworth juga menjelaskan beragam arti kata logika (logica). Kata itu berasal dari bahasa Yunani logos, yang berarti kata-kata (word) atau akal budi (reason). Dalam arti ini logika bisa juga disebut sebagai ilmu pengetahuan rasional (rational science). Seorang filsuf abad pertengahan bernama Boethius berpendapat, bahwa filsafat dapat dibagi menjadi tiga, yakni filsafat natural (natural philosophy), filsafat moral (moral philosophy), dan filsafat rasional (rational philosophy). Logika terletak di dalam ranah filsafat rasional. Logika juga dapat dianggap sebagai alat untuk berfilsafat. Di sisi lain para filsuf Romawi berpendapat, bahwa logika dapat dikategorikan sebagai bagian dari seni liberal (liberal art). Logika juga dapat dikategorikan sebagai trivium bersama dengan retorika dan grammar. Dari sini dapatlah disimpulkan, bahwa logika sekaligus bagian dari ilmu bahasa (dalam tradisi Romawi) dan filsafat rasional (dalam tradisi Boethius). Berdasarkan penelitian Ashworth pada abad ke 13 dan 14, logika mulai melulu dipahami sebagai filsafat rasional. Artinya logika haruslah dibedakan dengan filsafat natural, yang sibuk untuk memahami gejala alamiah (natural phenomena). Logika lebih berurusan dengan penarikan kesimpulan (inference) serta metode berpikir, dan bukan soal gejala alamiah. Dalam arti ini logika dapat dikelompokkan bersama dengan retorika dan grammar, yakni sebagai ilmu bahasa. Argumen lain mengatakan bahwa logika tidak dapat disamakan dengan filsafat natural (yang nantinya berkembang menjadi ilmu pengetahuan seperti kita ketahui sekarang ini). Logika tidak berurusan dengan alam, melainkan dengan prinsip-prinsip universal (universal principles) yang mengatur argumen dan cara berpikir. Jadi ranah penelitian logika bukanlah benda empiris, melainkan aktivitas pikiran manusia (human mind). Filsafat ilmu lebih mengedepankan penggalian ontologis dalam melakikan rasionalisasi terhadap pengetahuan dicirikan oleh logika.Oleh karena itu, problematika pertama dalam filsafat ilmu terletak pada penerapan logika.Yang palinh penting bukan mengerti atau tidak mengerti melainkan logis atau tidak logis.Dalam ilmu pengetahuan,kebenaran sebuah pengetahuan itu sangat bergantung pada keberadaan suatu objek pengetahuan.Keberadaan itu sendiri dapat berada di alam pikiran manusia,yang sesungguhnya tidak berada di alam realitas empirik.Bagi Plato,yang paling “ada” itu adalah ide,sedangkan yang lain hanyalah bayangan dari ide itu sendiri. Yang paling utama adalah bagaiman menjadikan filsafat sebagai metode berfikir,sebagai alat utama dalam menggali hakikat dan seluk beluk kebenaran suatu pengetahuan.menambah ketajaman berfikir logis, sistematis, kontemplatif dan radikal.Dengan demikian, problem dalam filsafat ilmu dlam kaitannya dengan ketajaman logika dengan mudah dapat diketahui.Melalui berbagai pernyataan dan ilustrasi yang merangsang otak untuk memahami dengan cepat.Kebingungan memahami pernyataan atau ilustrasi, paling tidak, dapat dikatakan sebagai indikator “lemahnya logika”. Secra filolofis,pikiran manusia pada hakikatnya mencari dan berusaha untuk memperoleh kebenaran.Oleh karena itu,menurut Alex Lanur OFM (1989:3-7), pikiran tersebut merupakan suatu proses.Dalam proses itu haruslah giperhatikan kebenaran formalnya untuk berpikir logis.Kebenaran itu hanyalah menyatakan serta mengandaikan adanya jalan, cara, teknik, serta hukum-hukum yang perlu diikuti.Semuanya dirumuskan oleh hukum-hukum berpikir yakni logika.Setiap kebenaran formal harus bergandengan dengan kebenaran materiil,sebagaiman bentuk dengan isinya. Logika sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan asas-asas penentuan cara berpikir yang lurus, tepat, akurat, sehat dan kuat,logika menyelidiki, merumuskan, serta menerapkan hukum-hukum tang harus ditepati.Oleh karena itu, logika adalah kecakapan dan keterampilan berpikir.Logika bukan sekedar teori.Jika merupakan keterampilan, logika disebut juga sebagai filsafat praktis. Berpikir adalah objek material logika Yang dimaksud dengan berpikir adalah kegiatan pikiran, akal budi manusia.Dengan berpikir, manusia mengolagh dan mengerjakanmya.Ia dapat memperoleh kebenaran dari pengolahan dan pengerjaan dengan mempertimbangkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya.Oleh karena itu, objek materiil logika bukan bahan kimia, melainkan berpikit itu sendiri.Akan tetapi, bukan sembarangan berpikir yang diselidiki dalam logika.berpikir yang dimaksudkan adalah berpikit yang lurus yang diselidiki ketepatan dan akurasinya.Dengan demikian, objek fotmal logika adalah berpikir lurus dan tepat.Suatu pemikiran disebut lurus dan tepat apabila pemikitan itu sesuai dengan hukum-hukum serta tukun dan starat dalamlogika.Jika rukun dan syaratnya telah ditepati, kesalahan berpikir akan mudah diperoleh.kesimpilan yang ditarik tidak mengalami loncatan atau kesimpulan yang salah. Menurut Alex Lanur OFM (1989:11-12), logika menyelidiki hokum-hukum pemikiran.Penyelidikan itu terjadi dengan menguraikan unsur-unsur pemikiran tersebut.Penguraian unsur-unsur itu menunjukan bahwa pemikiran manusia sebenarnya terdiri atas unsure-unsur tertentu, yaitu mengenai pengertian-pengertian yang disusun sedemikain rupa sehingga menjadi keputusan-keputusan.Kemudian, keputusan-kepitusan itu disusun menjadi penyimpulan-penyimpilan. Menurut Ashworth penarikan kesimpulan adalah konsep terpenting di dalam logika. Penarikan kesimpulan ini bisa juga disebut sebagai consequentia, atau inference. Hal ini menjadi penting untuk mencegah orang mengambil kesimpulan yang salah (fallacies) juga dengan berdasarkan pada premis yang salah. Di dalam ilmu pengetahuan maupun di dalam filsafat moral, orang dilatih untuk bertindak seturut dengan implikasi logis (logical implications) dari kondisi-kondisi yang ada. Misalnya orang baru bisa mengambil kesimpulan yang tepat, jika salah satu premis yang membentuk kesimpulan itu juga universal, (Andi orang Jawa. Semua orang Jawa berambut hitam. Maka Andi juga berambut hitam). Dan jika orang menepati janji, maka ia harus menepatinya. Itulah tindakan-tindakan yang mengikuti implikasi logis dari tindakan sebelumnya. Kesimpulan yang ditarik secara logis berarti kesimpulan yang sahih (valid). Kesimpulan sahih dalam arti ini adalah kesimpulan yang ditarik dari premis yang sudah terbukti benar. Maka kesimpulan tersebut tidak mungkin salah, karena premis yang mendasarinya juga sudah terbukti benar. Namun menurut Ashworth ada dua masalah terkait dengan argumen ini. Yang pertama adalah fakta di dalam logika, bahwa apa yang logis belum tentu benar. Apa yang merupakan kesimpulan logis dari premis-premis yang sudah terbukti benar tidak menjamin kebenaran dari penarikan kesimpulan itu, melainkan hanya kesahihan logikanya. Tiga unsur-unsur dalam logika merupakn tiga pokok kegiatan akal budi.Ketiga pokok kegiatan tersebut secara sistenatis berkaitan dengan hal-hal berikut: 1. Menangkap sesuatu sebagaiman adanya, artinya manangkap sesuatu tanpa mengakui dan mengingkarinya; 2. Memberikan keputusan.Artinya, menghubungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lainnya atai memungkiti engertian itu; 3. Merungingkan, artinya, menghubungkan keputusan-keputusan sedemikian rupa, sehingga dari suatu keputusan atau lebih sampai pada kesimpulan. Sentuhan utama logika adalah menarik kesimpulan, tetapi untuk samai pada kesimpulan, setiap orang yang berpikir harus melalui penyelidikan terhadap unsure-unsurlainnya, yaitu pengertian-pengertuan dan keputusan-keputusan.Logika juga memperkenalkan analis-analis filosofis.Selain itu, logika memaksa dan mendorong untuk berpikir mandiri, tidak membeo, taklid atau asal bunyi. Kebenatan dalam logika dibgi dua, yaitu :(1) kebenaran bentuk; (2) kebenaran isi.Dengan kata lain, ada kebenaran formal dan kebenaran materiil.Kebenaran formal atau logika tradisional disebut juga dengan istilah silogisme, sedangkan logika materiil membicarakan kebenaran isi dari pengertian dan keputusan-keputusan.Menurut Jugaya S. Pradja (1997:27), logika ormal membicarakan ketepatan kesimpulan, lohika materiil membuktikan (menhuji) isi keputusan.Suatu pengetahuan dikatakan benat jika antara yeoti dan dan realitasnya berhubungan. Logika merupakan cabang filsafat yang telah dukmbangkan sejak Aristoseles.Logika dugolongkan kedalam teoti pengetahuan yang menampilkan norma-norma berpikir benar untuk membentuk pengetahuan yang benar.Oleh sebab itu, faedah logika tiadak hanya untuk berfilsafat, tetapijuga dalam bigang lainnya yaitu: 1. Logika menyatakan, menjelaskan, dan memperhunakan prinsip-prinsip abstrak tang dapat dipakai dalam semua lapangan ilmu pengetahuan; 2. Logika menambah daya berpikir abstrak dan melatih serta mengembangkan daya pemikiran dan menimbulkan displin intelektual; 3. logika mencegah kesesatan dalam berpikir oleh segala sesuatu yang diperoleh berdasarkan otoritas tertentu.(Juhaya S. pradja, 1997:27). Dalam logika penarikan kesimpulan dilakuka dengan dua cara yaitu induksi dan deduksi.Logika ihduktif erat kaitannya dengan penatikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata menjadi kesimpulan yang bersifat umum, sedangakan logika deduktif adalah menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus tang bersifat khusus atau bersifat individual. B. Problem Rasio dalam Filsafat Rasio artinya akal pikiran.Merupakan salah satu sumber pengetahuan yang kedudukannya sangat penting dalam melegitimasi keberadaan pengetahuan.Para filosofis muslim lebih bantak mengatakannya sebagai akal yang memiliki tingkatan-tinhkayan.Ada rasio tertinggi dan ada Rasio terendah.Muhammad Abduh membagi dua macam rasio, yakni rasio orang awam dan rasio orang khawas.Problem kedua dari filsafat ilmu adalah rasio, karena rasio terus menerus membutuhkan pengembangan dengan berbagai pelatihan berpikir.Apabila rasio kutang ditangsang oleh masalah-masalah dalam kehidupan, ia akan tunduk pada kebiasaan-kebiasaan.Oleh karena itu, Tuhan sering menyindir manusia dengan pertanyaan “Apakah kalian tidak berpikir,apakah kalian tidak berakal ?”Itu artinya hanya ada batok kepalanya, tetapi otaknya tidak fungsional sehingga tidak memilki karsa untuk berpikir. Problem pertama dari rasio adalah terjadinya pencemaran rasio itu sendiri.Diperlukan kebijaksanaan untuk merasionalisasi kesepakatan dan keyakinan.Diperlukan kebijaksanaan untuk merasionalsasi kesepakatan dan keyakinan,sehingga tidak tergesa-gesa mengambil keputusan dan menyimpulkan.Yang merupakan indikator bahwa sepantasnya rasio terus berkembang,tidak final karena adanya kesepakatan.Semua yang memiliki rasio memilki hak yang sama agar yidak tersinggung oleh pernyataan Tuhan bahwa “kita tidak berakal”. Masalah berikutnya dalam rasio adalah kebebasannya yang terjebak oleh potensi absolute yang meyakini bahwa semua pengetahuan berasal dari rasio.Protes rasio hanya akan berakibat meragukan keyakinan yang telah dibngun sejak manusia dilahirkan. Pandangan tentang kelemahan mengikuti jati diri rasio yang sebenarnya sebagai tragedi rasio adalah problematika yang mendasar bagi manusia. Kesimpulan Terdapat beberapa problematika dalam filsafat ilmu, yaitu: 1. ilmu terletak pada penerapan logika 2. rasio, karna rasio terus menerus membutuhkan pengembangan dengan berbagai pelatihan berfikir. Dua problematika dalam ilmu filsafat diatas juga memiliki problem-problem tersendiri baik dalam logika maupun rasio. Dan problematika itu adalah : • dalam logika problemnya yaitu mengenai ketajaman logika itu sendiri. • Dalam rasio problemnya yaitu: a) Terjadinya pencemaran oleh rasio itu sendiri. b) Kebebasan yang terjebak dalam potensi absolut Dapat ditarik kesimpulan bahwa problem dalam filsafat adalah pandangan bahwa sumber pengetahuan itu adalah rasio yang terbebas dari pengaruh-pengaruh tersebut.

No comments:

Post a Comment